Revolusi Industri 4.0 : Men VS Machine?
Dunia industri dunia termasuk Indonesia kini telah memasuki
babak baru yang dikenal dengan nama revolusi industri 4.0 atau revolusi
industri generasi keempat. Di Indonesia, gaung revolusi generasi keempat ini
mulai ramai dibicarakan apalagi sejak Presiden Joko Widodo meresmikan peta
jalan atau roadmap yang disebut Making
Indonesia 4.0.
Apa arti revolusi industri 4.0 itu sendiri? Revolusi
industri generasi keempat ini ditandai dengan kemunculan superkomputer, robot
pintar hingga kendaraan tanpa pengemudi. Benarkah kehidupan kita kemudian
menjadi berubah akibat adanya revolusi industri 4.0 ini sebagaimana dulu
kehidupan manusia berubah saat revolusi industri pertama terjadi?
Coba kita ingat kembali, dulu saat kita bekerja di kantor
dan tiba waktu istirahat makan siang, kita diharuskan untuk meninggalkan
pekerjaan kita dan pergi keluar mencari makan. Namun kini itu tidak perlu kita
lakukan lagi. Tinggal gunakan telepon genggam, pesan makanan melalui applikasi
dan tidak lebih dari 15 menit makanan sudah tersaji di depan kita. Hal inilah
yang menjadi bukti dari adanya revolusi industri generasi keempat yang dulu
diperkirakan akan mulai memasuki hidup kita di tahun 2020. Nyatanya ia datang
jauh lebih cepat dari yang kita kira.
Lalu bagaimana posisi manusia Indonesia dalam menghadapi tantangan
yang masuk begitu cepat ini? Mampukah kita bersaing? Ataukah kita hanya akan
menjadi penonton. Menjadi terpinggirkan dan kalah oleh teknologi. Oleh robot? Hal
inilah yang dibahas dalam Seminar Nasional Telekomunikasi dan Informatika
Selisik 2018.
![]() |
SELISIK 2018 |
Kekhawatiran terpinggirkannya sumber daya manusia Indonesia dalam
era komputerisasi ini tampak dalam sambutan Ketua Sekolah Tinggi Teknologi
Bandung, Muchammad Naseer, S.Kom, M.T.
“Tingkat literasi di Indonesia tercatat trtinggal 45 tahun
dibandingkan negara lain. Sementara jika dilihat ketertinggalan dalam bidang
ilmu pengetahuan secara umum Indonesia tertinggal sekitar 75 tahun,” ungkap Naseer
dalam pidato sambutannya dihadapan peserta SELISIK 2018, Sabtu 1 September
2018.
![]() |
Ketua STT Bandung, Muchammad Naseer, S.Kom., MT |
Ketertinggalan ini tentu menjadi paradoks dibandingkan
dengan kenyataan yang ada.
“Kita benar-benar berada dan hidup dalam dunia digital. Suka
tidak suka mau tidak mau. We are truly
living in digital area. Dan ini terjadinya lebih cepat dari perkiraan kita,”
ungkap Tenaga Ahli Kementerian Pariwisata Bidang Manajemen
Strategis, Ir. Priyantono Rudito, M.Bus., Ph.D.
Percepatan dunia digital menurut
Priyantono karena hadirnya 6 digital steroids. Ke-enam digital steroids
tersebut adalah broadband access yang tumbuh cepat, Internet, open source,
applikasi di telepon pintar, sosial media dan smart gadget. Enam hal inilah
yang membuat digital era datang begitu cepat dari perkiraan. “Akhirnya hidup
kita penuh dengan kekagetan setiap harinya akibat dari pertumbuhan digital
steroids ini,” ujar Priyantono.
Menurut mantan direktur Telkom group ini, pada revolusi
industri generasi keempat, telah menemukan pola baru ketika disruptif teknologi
(disruptive technology) hadir begitu cepat dan
mengancam keberadaan perusahaan-perusahaan incumbent. Ancaman
ini tentu saja berpengaruh pada kehidupan tenaga kerja di perusahaan tersebut.
![]() |
Ir. Priyantono Rudito, M.Bus., Ph.D. (Tenaga Ahli Kementerian Pariwisata Bidang Manajemen Strategis) |
Namun, Priyantono yakin SDM Indonesia akan mampu berbicara
banyak di era ini.
Perusahaan-perusahaan besar memang tidak bisa dipungkiri
banyak yang kemudian menjadi korban era digital ini. Namun banyak juga yang
bertahan. Kunci utama dari para petahana ini adalah kolaborasi. Pada tahap ini,
perusahaan incumbent sudah tidak memiliki
pilihan lain selain menerima dan menyesuaikan pada keseimbangan baru karena
fundamental industri telah berubah dan juga perusahaan incumbent tidak lagi menjadi pemain
yang dominan. Perusahaan incumbent hanya
dapat berupaya untuk tetap bertahan di tengah terpaan kompetisi.
Para pengambil keputusan harus memiliki kecepatan berpikir.
Tidak lagi berpikir linier namun sudah harus pada taraf exponential bahkan
harus sudah pada taraf berpikir progressive.
“Tahap berpikir progresive menjadikan hari esok sebagai hari
ini yang harus dikejar dan dijalankan,” tegas Priyantono.
Priyantono yang hadir sebagai pembicara kunci pertama dalam
SELISIK 2018 ini menegaskan bahwa era digital dan revolusi industri 4.0
bukanlah berarti era robotisasi dan meminggirkan manusia. ‘semakin tinggi
teknologi maka semakin tinggi manusiawinya. Era revolusi industri ke-empat
membutuhkan manusia yang memiliki motivasi tinggi untuk menjadi lebih baik dan
berguna bagi sesamanya,” kata Priyantono di depan ratusan peserta SELISIK 2018
di Convention Hall Hotel Harris Bandung.
Senada dengan Priyantono, Rektor Universitas Amikom
Yogyakarta, Prof. Dr. Suyanto, MM mengatakan berpikir
progressive dan motivasi diri menjadi lebih baik dan tidak sekedar biasa-biasa
saja, adalah modal utama perguruan tinggi dalam mengelola sekolahnya. Inilah
yang kemudian menjadikan lulusan perguruan tinggi tersebut mampu berbicara di
revolusi industri 4.0.
“Akademisi menjadi penyumbang utama SDM
Indonesia pada making Indonesia 4.0 dan sumbangan ini bukanlah lagi berbentuk
Paper yang masuk dan terindeks jurnal terkemuka namun harus juga bisa terjual
dan dipakai oleh khalayak umum,” kata Suyanto yang hadir di SELISIK 2018
sebagai pembicara kunci ke dua.
![]() |
Prof. Dr. Suyanto, MM. (Rektor Universitas AMIKOM Yogyakarta) |
Suyanto menjelaskan bahwa generasi
ke depan sumber daya manusia akan terbagi menjadi 4 bagian, yaitu Professional, Enterpreneur, Sciencetist
dan Artist. Dengan era revolusi
industri 4.0 kita dapat memperluas network
atau jaringan. Inilah yang terus dikembangkan oleh Universitas Amikom
Yogyakarta. Amikom Yogyakarta telah berupaya bekerjasama dengan berbagai
perusahaan maupun perseorangan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Suyanto juga menggaris bawahi perlunya sebuah inovasi.
Inovasi sangat diperlukan dalam produktivitas. Produktivitas sendiri harus memiliki
value atau nilai lebih. Ada pun alur
untuk menghasilkan value dimulai dari
Design, Production, Branding, Channeling.
Dari 4 alur tersebut ada Culture dan Ideation sebagai dasarnya.
Baik Priyantono maupun Suyanto sepakat Making Indonesia 4.0
harus dimulai dari sumber daya manusianya.
Seminar Nasional Telekomunikasi dan Informatika (SELISIK)
2018, sebuah acara tahunan yang tahun ini diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi
Teknologi (STT) Bandung. Seminar ini sendiri terselenggara berkat kerja sama
antara STT Bandung, Asosiasi Perguruan Tinggi Ilmu Komputer (APTIKOM) Jawa
Barat, Indonesian Computer Elektronics and Instrumentation Support Society
(IndoCEISS), NERIS, dan didukung oleh berbagai perguruan tinggi di Indonesia
seperti STIKOM BALI, STIMIK AMIKOM Purwokerto, AMIKOM Cipta Darma Surakarta,
STMIK Atma Luhur Pangkal Pinang, STIKOM Banyuwangi, STMIK Bumigora Mataram-NTB,
STMIK PalComTech, Politeknik PalComTech, dan MIKROSKIL.
![]() |
Penandatangan MoU IndoCEISS dan NERIS dengan Perguruan Tinggi yang tergabung di IndoCEISS dan NERIS. |
SELISIK 2018 tidak hanya menghadirkan seminar infokom saja
namun juga sebelumnya telah dimulai lomba pembuatan games dan aplikasi bagi
para mahasiswa infokom yang tergabung dalam APTIKOM. Selain itu SELISIK 2018
juga diisi dengan penandatanganan MoU IndoCEISS dan NERIS dengan Perguruan
Tinggi yang tergabung di IndoCEISS dan NERIS.
#STTBandung
#MakingIndonesia4.0
SELISIK2018
#STTBandung
#MakingIndonesia4.0
SELISIK2018
Makanya mita sebagai orangtua ga boleh gaptek ya mba. Klo gaptek, gmna kita bisa membersamai anak kita memasuki era revolusi industri 4.0 ini
BalasHapusBetul, dunia anak2 kita ya disana di dunia yg penuh dengan teknologi informasi dan komunikasi
HapusPerlu SDM yang berkualitas dalam menghadapi revolusi industri 4.0
BalasHapusSangattt....suka tidak suka. kalau tidak ya pasti ketinggalan
HapusTugas kita semua untuk mempersiapkan SDM yang handal untuk menghadapi industri 4.0
BalasHapusbetul mbak. bukan hanya tugas institusi pendidikan tapi juga masyarakat
HapusWaduh kalau negara kita tertinggal 75 tahun dari bidang ilmu pengetahuan, berarti kita membutuhkan percepatan waktu 75 tahun kedepan. PR besar ini.
BalasHapusMengerikan. Tapi yakin kalau mau berusaha pasti berhasil
HapusPeran orang tua menyiapkan putra-putrinya demi siap menjadi SDM berkualitas untuk era industri terkini. Bismillah kita bisa :)
BalasHapusSemangat! Ga cuma mempersiapkan generasi yang akan datang, kita juga harus beradaptasi dengan perubahan.
BalasHapusYang paling vital dari Revolusi Industri 4.0 ini adalah nggak boleh gaptek, kudu melek info dan mau menerima perubahan.
BalasHapusSemakin maju yah, sekarang tiba-tiba udah industri 4.0 aja. Wah emang nih waktunya memperbaiki SDM untuk diri sendiri minimal
BalasHapusAgar tak ketinggalan.
Kita harus mau terus belajar ya mba. Biar gak ketinggalan jaman. Semangattt!!
BalasHapusIndustri 4.0 ??? Semakin keren dan penuh tantangan pastinya.
BalasHapusKunci utamanya adalah SDM
BalasHapusIni artinya Emak juga kudu belajar, kagak boleh gaptek lagi. Besok-besok, beli sayur juga pake aplikasi. Hihi...
BalasHapusjangankan besok mbak, sekarang mau makan juga hanya cukup pake hape wkwkwkwk
HapusUsai menyimak Selisik 2018 ini, aku berpikir bahwa gadget sama sekali bukan barang yang harus dijauhkan dari.putra-putri kita. Kita tahu dulu, belajar dulu, baru kemudian saat putra-putri kita mengoperasikannya, kita sudah tahu ada apa di dalamnya sehingga bisa membuat aturan.
BalasHapusTugas kita mempersiapkan anak-anak menjadi SDM yg siap melaksanakan resolusi industri 4.0. maka harus jadi ibu yang berilmu dan tidak gaptek.
BalasHapusTugas kita bisa saling bersinergi dengan berbagai generasi dalam menghadapi era Industri 4.0. Tua muda, bekerjasama untuk menghasilkan karya yang luar biasa
BalasHapusSemoga generasi muda kita sudah siap menghadapi zaman yang lebih banyak menggunakan mesin daripada tenaga manusia ya ...
BalasHapusInsya Allah siap mbak. Tidak ada kata terlambat kalau memang mau berusaha.
HapusKudu siap yes generasi now...kuat berkompetisi dengan menyiapkan SDM nya...
BalasHapusTerpenting berpikiran terbuka dan mau berubah ya mbak. Untuk memasuki era teknologi seperti ini kan masih banyak orang yang gak mau terbuka. Yang penting bisa hidup. Huft...
BalasHapushanya mereka yang tidak mau hidup maju ke depan yang bakalan tertinggal. yakin kitamah bukan yang seperti itu
HapusLuar biasa memang acara ini. Membuka mata kita supaya gak gaptek dan layaknya mengikuti perkembangan zaman.
BalasHapusIyes banget. Suka gak sadar aja kalau ternyata teknologi suka tidak suka sudah masuk ke kehidupan kita
Hapus