Fair Parenting

Parenting is the easiest thing in the world to have an opinion about, but the hardest thing in the world to do. ~The Asian Parent

Koleksi Pribadi
Sekedar bicara, sekedar mengeluarkan pendapat ata malah sekedar mengomentari bagaimana seharusnya menjadi orang tua memang gampang. Pisan. Pake banget. Sayangnya sih hal ini tidak berjalan mulus dalam kenyataannya.

Ada banyak hal yang membuat kehidupan menjadi orang tua dengan kewajiban mendidik dan mengasuh anak tidaklah semuluss jalan tol. Salah satunya adalah ketika apa yang dilakukan oleh anak tidak seiring sejalan dengan apa yang diinginkan oleh orang tua.

Hal yang sederhana saja misalnya, banyak teman dan juga orang tua murid di sekolah tempat saya mengajar mengeluhkan bagaimana anak mereka begitu sulit diatur. Contoh kecil adalah bagaimana anak begitu sulit untuk dipisahkan dari gadget mereka.

"Adeuhhh anak saya kalau sudag main game bisa berjam-jam. Lupa makan lupa segala macam."

Sounds familiar?

Keluhan macam ini juga pernah mampir di buku komunikasi di sekolah saya. Seorang ibu meminta kami para guru untuk menasehati anaknya yang begitu senang main game di telepon genggam milik sang mama. Sang mama pun berharap jika kami gurunya yang bicara, sang anak akan tunduk dan menurut.

And then i read an article. Penulisnya selalu membuat saya terkagum-kagum pada logika yang ia gunakan saat menulis. Hasanudin Abdurahman namanya. Tidak semua tulisannya saya setujui, namun banyak dari tulisan beliau yang membuat saya berpikir dan menggali lagi.

Kang Hasan, demikian nama FP Facebooknya, menyebutkan tentang fair parenting. Menurut catatan tersebut terkadang orang tua lupa bagaimana memperlakukan anak. Orang tua kadang menempatkan anak sebagai "bawahan" atau seseorang yang berada di level bawahnya. Inilah yang kemudian menjadikan kemacetan komunikasi antara anak dan orang tua. Inilah pangkal awal ketidakpatuhan anak pada orang tua.

Menurut Kang Hasan kunci utama mendapatkan respek anak, mendapatkan kepatuhan anak adalah jika kita memperlakukan anak dengan adil. Istilahnya fair parenting.

Fair parenting mengajak orang tua untuk memperlakukan anak sama seperti kita ingin diperlakukan. Misalnya, ketika kita ingin anak berhenti bermain HP atau game maka yang harus kita lakukan lebih dulu adalah melihat sebanyak apakah kita menggunakan gadget di hadapan mereka? Berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk bermain dengan anak dibandingkan menyentuh HP dihadapan mereka?

Bersama dengan anak tidak hanya sekedar meluangkan waktu. Bersama dengan anak dibutuhkan keseluruhan waktu kita.

Jika kemudian orang tua lebih banyak menggunakan HP di depan anak dan jarang mengajak mereka bermain, mengobrol dan berinteraksi. Maka jangan salahkan mereka ketika pilihan untuk bersama HP dibanding orang tuanya menjadi pilihan mereka.

Kebersamaan yang saya maksud disini bukan hanya sekedar bersama secara fisik. Bersama dengan anak namun segala perhatian, tangan dan pikiran tercurah pada si telepon pintar ya sama aja bohong dong hahaha.

Pernah atau malah sering melihatkan bagaimana di tempat makan sekeluarga menunggu makan malah sibuk masing-masing dengan handphone? Apa yang terasa? Getir atau biasa aja? Jawaban kita itu nantinya yang akan membuat kita mengambil langkah terbaik dalam hubungan orang tua dan anak.

Barangkali sama ketika kita melihat anak kita yang rajin berteriak, marah-marah atau mungkin berkata kasar bahkan saat usianya masih terlalu muda? Jangan marah dulu. Coba kita tengok barangkali itulah yang kerap kali kita lakukan. Berteriak, marah-marah atau hal lainnya barangkali menjadi tontonan anak kita dari tingkah kita.

https://pixabay.com/en/angry-upset-pout-face-dissatisfied-2191104/
sumber: Pixabay
Saya ingat suatu hari bertemu dengan seorang teman dan anak lelakinya. Sang anak tiba-tiba saja menjambak rambut depan anak saya. Bukan sekali dua ia melakukannya. Baru kemudian saya tersadar apa yang dilakukan anak tersebut adalah copy dari apa yang dilakukan sang ayah pada anak tersebut. Suami teman saya ini ternyata senang sekali menjambak rambut poni anaknya menunjukkan rasa gemasnya pada tingkah anaknya. Karena sang anak belum bisa bicara maka ia melakukan hal yang sama pada anak saya. Meskipun niatnya tidak buruk tapi tetap ia yang masih terlampau kecil belum mengerti dengan kekuatannya sendiri terlebih saat ia menjambak rambut orang lain.

Jika kita ingin anak kita menjadi anak yang lemah lembut maka bersikaplah lemah lembut pada anak kita. Jika kita ingin anak jujur pada kita, bersikaplah jujur juga padanya. Parenting adalah bagaimana sikap kita pada anak sebagaimana kita ingin orang bersikap pada kita.

Children learn more from what you are than what you teach. ~W.E.B Dubois

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Curug Cipanas Nagrak. Wisata Air Panas Alami dan Murah Meriah di Kaki Gunung Tangkuban Parahu

Justice League Kini Hadir di E-Money Bank Mandiri

Menuju Manusia Indonesia 4.0